PALOPO,iNewsLutra.id - Kejaksaan Negeri Luwu bersama aparat kepolisian bersenjata lengkap kembali melakukan eksekusi terhadap Muh. Nur Alamsyah, seorang guru sekolah dasar yang sebelumnya menjalani masa hukuman percobaan selama 10 bulan. Proses eksekusi ini berlangsung dijalan Nonci, Kota Palopo, Sulawesi Selatan (20/12/2024).
Ibu terpidana menceritakan proses penangkapan yang berjalan dramatis. Seluruh keluarga termasuk ibu, istri bahkan anaknya yang masih bawah umur mengaku histeris menyaksikan guru tersebut ditarik paksa hingga terseret. Kondisi ini meninggalkan trauma mendalam bagi keluarga.
"Anak saya ditarik paksa diseret, ada juga polisi pakai senjata. Saya melihat seperti diancam karena ada polisi isi peluru ke senjatanya," kata Samsiasam sembari memperagakan proses penangkapan anaknya.
Hal ini dibenarkan Muh. Nur Alamsyah, yang ditemui di Lapas Kelas II A Palopo, menurutnya proses penangkapan dirinya diwarnai dengan adanya dugaan tindak kekerasan.
"Saya ditarik paksa dan diseret. Saya merasa ini benar-benar tindakan kriminalisasi," kata Alamsyah dengan mata berkaca-kaca.
Muh. Nur Alamsyah dan adiknya, Muh. Israfil, dijatuhi vonis satu tahun penjara dengan masa percobaan selama 10 bulan. Putusan tersebut tercantum dalam berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum, Ahmad Nurhuda Trisulo yang diterbitkan oleh Kejaksaan Negeri Luwu pada 7 November 2024.
Berita acara pelaksanaan putusan pengadilan oleh JPU Belopa 7 November 2024, Foto: iNews Lutra: Sumber Yohanis Kuasa Hukum Terpidana
Setelah menjalani masa percobaan selama satu bulan, Kejaksaan Negeri Luwu kembali melakukan eksekusi terhadap kedua terpidana pada 20 Desember 2024.
Namun, dalam berita acara eksekusi kedua, jaksa menghilangkan kalimat "menetapkan terpidana tidak usah menjalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena para terpidana melakukan sesuatu tindak pidana sebelum masa percobaan sepuluh bulan terakhir." Kalimat ini sebelumnya tercantum dalam berita acara eksekusi pertama.
Muh. Nur Alamsyah berhasil dibawa paksa oleh jaksa dan polisi ke Lapas Kelas II A Palopo untuk menjalani hukuman penjara. Sementara itu, adiknya, Muh. Israfil, masih berada di Toraja dan tetap melaksanakan aktivitasnya sebagai guru sekolah dasar.
Kepala Seksi Pembinaan dan Narapidana Lapas Kelas IIA Kota Palopo, Baso Hamid, menyebut baru pertama kalinya menerima terpidana dengan kasus seperti ini. Pihaknya tidak memiliki banyak kewenangan karena hanya bertugas menerima tahanan yang diantar langsung oleh Jaksa Penuntut Umum dari Belopa.
"Kami tetap berdasarkan surat dari kejaksaan, jika menurut kuasa hukum ada kekeliruan mungkin lakukan upaya lain," kata Baso Ahmad.
Menanggapi pernyataan tersebut, Yohanis, kuasa hukum dari kedua terpidana, meminta Lapas Kelas IIA Kota Palopo untuk melakukan kajian hukum terhadap putusan pengadilan. Ia juga meminta agar pihak lapas mempelajari berita acara eksekusi pertama dan kedua yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Belopa, guna menghindari kesan bersekongkol dengan keputusan hukum dari kejaksaan yang dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Ini jelas pelanggaran HAM, produk hukum mana yang membolehkan Jaksa Penuntut Umum melakukan eksekusi dua kali padahal kasusnya inkrah. Satu-satunya jalan yah PK jika ada putusan memenjarakan klien kami itu baru sah dan kami terima untuk dilakukan eksekusi ulang." Ucap Yohanis.
Kuasa hukum kedua terpidana menilai tindakan kejaksaan melanggar hukum acara dengan memberikan tafsir yang keliru terhadap putusan pengadilan.
"Jaksa melakukan eksekusi dua kali atas kasus yang sama. Bagaimana ini, kok mereka yang menafsirkan putusan pengadilan. Siapapun itu, tidak boleh mengintervensi putusan pengadilan apalagi bersifat inkrah," ucapnya.
Menurutnya, kasus ini bermula dari perusakan tambak gono-gini yang telah dijual secara sepihak oleh ayah kandung kliennya. Karena tidak mengetahui bahwa tambak tersebut telah terjual, kedua kakak beradik itu menguras tambak dan menangkap ikan di dalamnya. Tindakan tersebut kemudian dilaporkan oleh pihak pembeli.
Sebagai informasi, proses praperadilan ini berlangsung bersamaan dengan gugatan perdata yang diajukan oleh ibu terdakwa. Berdasarkan putusan Pengadilan Agama Belopa hingga Pengadilan Tinggi Agama, tambak tersebut dinyatakan dikembalikan kepada pemilik awal karena proses jual beli dinyatakan tidak sah.
"Ini juga, seharusnya perdatanya dulu diselesaikan baru lanjut ke pidananya. Perdatanya kami menang tapi klien kami tetap divonis bersalah. Meski begitu kami tetap tunduk pada putusan pengadilan," ucap Yohanis.
Yohanis menceritakan Pengadilan Negeri Belopa memutuskan hukuman 5 bulan penjara bagi terdakwa. Namun, hukuman tersebut tidak perlu dijalani kecuali jika dalam masa percobaan 10 bulan terdakwa melakukan tindak pidana lain.
"Artinya klien kami memang dijatuhi hukuman 5 bulan penjara akan tetapi hukuman penjara tidak usah dijalani, kecuali dalam 10 bulan masa percobaan ada pelanggaran pidana yang dilakukan, maka klien kami baru dihukum penjara," katanya.
Salinan putusan Pengadilan Negeri Belopa. Foto:iNewsLutra/ Sumber Yohanis
Ia menjelaskan setelah putusan Pengadilan Negeri Belopa dikeluarkan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Makassar.
Dari hasil banding keluar putusan PT makassar menerima permintaan banding Jaksa Penuntut Umum. Kemudian PT mengubah putusan Pengadilan Negeri Belopa yang dimintakan banding tersebut namun yang diubah hanya sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada para terdakwa.
"Yang diubah PT Makasaar hanya sekedar mengenai lamanya pidana. Jadi ancaman penjara dari PN Belopa 5 bulan diubah PT menjadi 1 tahun penjara. Sementara poin lainnya yang diputuskan PN Belopa justru dikuatkan PT Makassar," ungkap Yohanis.
"Jadi Putusan PN Belopa untuk tidak usah menjalani hukuman penjara dan hanya menjalani hukuman percobaan 10 bulan justru itu yang dikuatkan. Tapi kenapa Jaksa justru menafsirkan sendiri, sampai lakukan eksekusi penangkapan paksa dan penjarakan orang diluar dari putusan pengadilan" katanya.
Salinan putusan Pengadilan Tinggi Makassar. Foto:iNewsLutra/ Sumber Yohanis
Setelah putusan Pengadilan Tinggi terbit, Jaksa dan tim kuasa hukum terdakwa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun permohonan tersebut ditolak. Dengan demikian, putusan yang inkrah dan harus dijalankan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah hasil putusan Pengadilan Tinggi Makassar.
"Ini prosesnya sudah inkrah, klien kami hanya jalani hukuman masa percobaan 10 bulan. Kecuali ada pelanggaran hukum baru dipenjara 1 tahun," ucap Yohanis.
Sebelumnya pihak kejaksaan negeri belopa, Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan mengeluarkan siaran pers paca eksekusi dengan menangkap salah satu terpidana.
Dalam siaran pers yang diterima tim redaksi iNewsLutra pada 20 Desember 2024 ikut merinci hasil putusan PN Belopa.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, mengeluarkan siaran pers setelah melakukan eksekusi dengan menangkap salah satu terpidana.
"Jaksa sebagai eksekutor harus segera mungkin melaksanakan putusan pengadilan, namun putusan pengadilan baru dapat dilaksanakan apabila putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), tulis Andi Ardi Aman, Humas Kejaksaan Negeri Luwu melalui siaran pers (20/12/2024).
"Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) sudah tidak dapat diganggu gugat lagi, mengikat, dan harus dilaksanakan meskipun tidak dikehendaki oleh terdakwa. Selain itu dalam putusan inkracht terdapat upaya paksa apabila pihak terdakwa tidak kooperatif melaksanakan putusan tersebut," ungkap Andi Ardi Aman dalam keterangan tertulisnya.
Siaran Pers Kejaksaan Negeri Luwu. Foto : iNewsLutra/Tangkapan Layar sumber Kejaksaan Negeri Luwu
Merasa bahwa kliennya telah dikriminalisasi oleh Jaksa Penuntut Umum Belopa, kuasa hukum kedua terpidana menyatakan akan terus berjuang mencari keadilan. Mereka berencana mengirim surat ke berbagai instansi yang membawahi kejaksaan, termasuk Komisi III DPR RI dan Presiden Prabowo Subianto.
Editor : Nasruddin