iNewsLutra.id - Kinerja penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai pada kuartal pertama 2025 memang menunjukkan angka yang positif, yakni mencapai Rp 301,6 triliun.
Namun di balik angka itu, muncul dinamika menarik yang menyita perhatian penurunan drastis produksi rokok legal justru dibarengi dengan lonjakan peredaran rokok ilegal di dalam negeri.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengungkapkan bahwa dari total penerimaan, sebesar Rp 57,4 triliun berasal dari sektor cukai. Namun, cukai hasil tembakau (CHT) yang selama ini menjadi tulang punggung penerimaan cukai, justru memperlihatkan tren pelemahan signifikan.
"Produksi rokok golongan 1 turun 10,9% dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu, yaitu hanya 34,7 miliar batang. Penurunan ini paling besar dibanding golongan lainnya," ujar Askolani dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (7/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa kenaikan tarif cukai yang terus dilakukan dari tahun ke tahun mulai menunjukkan efek elastisitas yang nyata. Jika sebelumnya kenaikan tarif masih bisa ditopang oleh peningkatan produksi, kini skemanya berubah setiap kali tarif dinaikkan, produksi justru kian tertekan.
"Kalau dulu, tarif naik produksi tetap naik. Sekarang sudah tidak berlaku. Dampaknya lebih terasa, produksi turun tajam," katanya.
Fenomena ini juga memunculkan efek lanjutan berupa menjamurnya rokok murah ilegal. Menurut catatan Bea Cukai, hingga kuartal pertama tahun ini, sudah lebih dari 2.900 kasus penindakan terhadap rokok ilegal dilakukan. Nilai dari total penindakan tersebut mencapai Rp 367 miliar.
“Kami berhasil menyita hingga 257 juta batang rokok ilegal, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang berasal dari jalur impor,” ujar Askolani.
Data historis memperkuat kekhawatiran ini. Pada 2022, produksi rokok mencapai 323,9 miliar batang dengan penerimaan Rp 218,3 triliun dan tarif naik 12%. Namun, tahun demi tahun, produksi terus menurun meski tarif tetap naik. Pada 2023 turun menjadi 318,1 miliar batang dengan penerimaan Rp 213,5 triliun. Tahun 2024, produksi turun lagi ke angka 317,4 miliar batang, meski penerimaan sedikit meningkat menjadi Rp 216,9 triliun karena tarif naik 10%.
Realitas ini mengindikasikan bahwa strategi fiskal melalui kenaikan tarif cukai kini menghadapi titik jenuh.
Sementara di sisi lain, pasar rokok ilegal justru mendapat ruang untuk tumbuh, memanfaatkan celah harga yang semakin lebar antara rokok legal dan ilegal.
Editor : Nasruddin
Artikel Terkait