BELOPA,iNewsLutra.id - Kuasa hukum Muh Nur Alamsyah dan Muh Israfil Nurddin, terdakwa dalam kasus penyerobotan lahan milik orang tua mereka, mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Luwu. Senin, (9/12/2024) sore.
Kedatangan mereka untuk meminta penjelasan terkait langkah jaksa penuntut umum (JPU) yang dinilai janggal dalam menjalankan proses eksekusi kasus tersebut.
Pengacara terdakwa, Edyson Linnong, menegaskan kasus yang dihadapi kliennya telah memiliki kekuatan hukum tetap melalui putusan Pengadilan Negeri Belopa dan Pengadilan Tinggi Makassar.
Menurut Edyson, Pengadilan Negeri (PN) Belopa menjatuhkan vonis hukuman percobaan 5 bulan kepada kliennya. Namun, setelah JPU mengajukan banding, Pengadilan Tinggi Makassar mengubah hukuman menjadi 1 tahun dan menguatkan keputusan hukuman percobaan PN Belopa.
"Klien kami hanya menjalani hukuman percobaan, dari 5 bulan menjadi 1 tahun sesuai putusan Pengadilan Tinggi Makassar," ujar Edyson, merujuk pada putusan nomor 14/Pid.B/2024/PN Blp yang diterbitkan pada 3 Juli 2024.
Menurutnya putusan tersebut telah dieksekusi JPU Belopa pada 8 Agustus 2024. Namun, pada 6 Desember 2024, JPU kembali mengeluarkan surat pemanggilan eksekusi pidana terhadap kedua kliennya. Kondisi ini memicu keberatan dari tim kuasa hukum.
"Apa dasar hukum untuk melakukan eksekusi kedua kali. Tidak masuk akal ada dua kali eksekusi dalam satu kasus. Keputusan pengadilan sudah jelas dan telah dijalankan," ucap Edyson.
Ia mengungkapkan dugaan dari upaya eksekusi kedua ini didasari surat dari Ketua Pengadilan Tinggi Makassar kepada Kepala Kejaksaan Negeri Belopa. Namun, ia menilai surat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum lebih tinggi daripada putusan pengadilan.
"Langkah Ketua Pengadilan Tinggi Makassar ini keliru. Surat tidak bisa mengalahkan putusan pengadilan yang sudah inkrah," tambah Edyson.
Menurutnya upaya kasasi JPU ke Mahkamah Agung (MA) untuk menghapus masa percobaan juga telah ditolak.
Untuk melindungi kliennya dari potensi kriminalisasi, Edyson bersama rekannya Yohanes Kalalimbong mengaku telah mengirimkan surat resmi ke Presiden RI, Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Komisi III DPR RI.
Edyson menceritakan kasus yang dialami kliennya bermula dari tambak harta gono-gini milik orang tua kedua terdakwa di Desa Toddopuli, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu. Tambak tersebut dijual secara sepihak oleh sang ayah, Nurdin Bata, tanpa sepengetahuan ibu dan kedua anak-anaknya.
Karena tidak mengetahui tambak telah berpindah tangan, kedua kakak-beradik yang berprofesi sebagai guru yang kini menjadi kliennya menguras air tambak dan menangkap ikan di dalamnya.
"Tindakan ini dilaporkan sebagai tindak pidana pengrusakan pihak yang sudah membeli tambak tersebut," ungkapnya.
Namun, dalam proses hukum lain, pengadilan memutuskan bahwa jual beli tambak tidak sah. Putusan Pengadilan Agama Belopa, yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Agama Makassar, mengembalikan tambak kepada pemilik awal.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Luwu yang dikonfirmasi wartawan usai pertemuan antara JPU dan kuasa hukum terdakwa menyebut jika kedua belah pihak sepakat untuk menunda eksekusi.
"Kan sudah ada pertemuan dan ada kesepakatan untuk menunda eksekusi, selanjutnya kami akan bicarakan secara internal dengan pimpinan terlebih dahulu. Nanti hasilnya kami sampaikan kembali," ucap Andi Ardiaman.
Editor : Nasruddin