Opini : Tana Luwu Sebuah Anugerah, Sudahkah Kita Sejahtera?

Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, diperlukan jumlah investasi yang memadai. Investasi akan menyediakan input dalam proses produksi, nilai investasi dicerminkan dari komponen Pembentukan Modal.
Berdasarkan data BPS sulsel, dilihat dari nilai PMTB harga konstan, nilai investasi di luwu raya tahun 2021 sebesar 12,87 triliun rupiah dengan rata – rata tingkat pertumbuhan sebesar 5.21 % per tahun. Luwu timur berkontribusi paling besar mencapai 35 % dari total PMTB di luwu raya.
Kontribusi ini disebabkan karena pengaruh pertambangan biji nikel yang cukup tinggi di kabupaten tersebut, sementara nilai investasi per kapita di kota palopo tertinggi setelah kabupaten luwu timur karena jumlah penduduknya yang sedikit.
Pertumbuhan ekonomi, tingkat investasi, pengeluaran pemerintah daerah dan pengembangan sektor primer melaui berbagai instrument kebijakan mestinya memberi dampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
Pemerintah di luwu raya ini punya pekerjaan besar kedepannya, apalagi momentum pemilihan umum dan kepala daerah tinggal berhitung bulan, problem kemiskinan, lapangan pekerjaan dan minimnbya pembangunan industry manufaktur pada semua wilayah ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak.
Sebut saja yang terjadi di dua kabupaten (luwu dan luwu utara), dua wilayah ini termasuk dalam kategori daerah yang memiliki jumlah kemiskinan terbesar dari 24 kabupaten/kota di sulawesi selatan, bahkan masuk dalam urutan 5 besar, ini tentu berkorelasi kuat salah satunya dengan faktor kebijakan.
Pada sektor manufaktur, rata- rata kontribusinya hanya berada di kisaran 3-4 %, padahal sektor primer dalam stuktur pembentukan ekonomi sebagian besar didominasi oleh sektor pertanian, areal ini belum sepenuhnya dikonsentrasikan oleh pemda dalam mendorong nilai tambah ekonomi bagi masyarakat. Kebijakan sektor primer masih berkutat di hulunya, sementara tersumbat di wilayah hilir.
Yustinus Prastowo dkk dalam bukunya tentang Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Indonesia “Pembangunan harus ditanam kembali ke tata nilai dan gugus kebutuhan manusia sebagai subyek. Melalui penetapan capaian-capaian berkualitas dan terukur, strategi yang tepat, dan ruang partisipasi publik yang luas, isu ketimpangan dan kemiskinan dapat dijadikan titik berangkat untuk menafsir ulang dan menata visi pembangunan yang ada”.
Tanpa itu semua, kita berpotensi mengulangi kekeliruan yang sama ketika pembangunan digagas dalam narasi besar dan mengandaikan pelaku anonim dan ciri netral. Pembangunan harus berarti perluasan ruang kebebasan, kesetaraan kesempatan, dan keberpihakan pada mereka yang paling dirugikan dan dipinggirkan.
Editor : Nasruddin